Berhenti Bermain Kucing-kucingan di Planet Mars dan Venus
Bagikan

Berhenti Bermain Kucing-kucingan di Planet Mars dan Venus

Laki-laki kerap dipandang sebagai makhluk yang berasal dari Planet Mars. Sementara, perempuan ialah makhluk yang berasal dari Planet Venus. Kedua makhluk tersebut kemudian bertemu di Planet Bumi—planet yang paling banyak diisi plastik dan omong kosong—untuk saling mencintai namun kemudian tidak pernah saling mengerti.

Masyhur dikenal berbagai ungkapan di banyak lapisan masyarakat kita tentang laki-laki, perempuan, dan hubungan di antara keduanya. Di Amerika, misalnya, seorang bernama Donna Ferrato menyebut bahwa pernikahan bagi seorang perempuan ibarat “hidup bersama musuh (Living with the Enemy)”. Ia menyatakan demikian setelah mendokumentasikan (foto) berbagai kejadian kekerasan yang dialami perempuan dalam rumah tangga mereka, rumah tangga di Amerika sana tentu saja. Pihak lain menyebut dunia hari ini dikuasai oleh sebuah “logika falus”, ungkapan kasar yang mendakwa laki-laki menguasai secara culas cara berfikir masyarakat. Kita juga melihat penyalahan luar biasa terhadap laki-laki dalam berbagai hal. Salah satu yang kerap disalahkan ialah fikiran laki-laki. Oleh karena itu, lelaki sering tidak diberi ruang untuk memilih menjadi baik. Sebab, para perempuan sudah telanjur mendakwa, “Lelaki itu kalau tidak bajingan, ya homo!”.

Kita tidak sedang menyetujui segala jenis kekerasan yang dilakukan oleh lelaki kepada perempuan ataupun sebaliknya. Bukan juga sedang melihat pihak mana, laki-laki atau perempuan, yang lebih digdaya. Kita sedang melihat pemerataan cara pandang yang keliru terhadap dua jenis manusia ini yang dianggap melahirkan budaya menindas pada perempuan. Kita sering mendengar hubungan lelaki dan perempuan, dalam keadaan tertentu, kerap diistilahkan sebagai “hubungan kuasa yang timpang”. Kita tak memungkiri banyak tindakan buruk laki-laki kepada perempuan. Namun, kita juga tidak dapat mengabaikan berbagai tindakan buruk perempuan terhadap laki-laki. Persoalannya bukan siapa yang bertindak buruk pada siapa, tetapi bagaimana menempatkan masalah ini dalam kedudukan yang patut.

Laki-laki kerap dipandang sebagai makhluk yang berasal dari Planet Mars. Sementara, perempuan ialah makhluk yang berasal dari Planet Venus. Kedua makhluk tersebut kemudian bertemu di Planet Bumi—planet yang paling banyak diisi plastik dan omong kosong—untuk saling mencintai namun kemudian tidak pernah saling mengerti. Pandangan buruk terhadap laki-laki dan perempuan semacam inilah yang menjadi pangkal sebabnya.

Laki-laki dan perempuan dipandang secara sekular sebagai wujud-wujud profan yang mengasingkan satu sama lain dan gagal difahami sebagai manusia ciptaan Tuhan. Laki-laki dan perempuan seperti makhluk-makhluk yang berasal dari bebatuan terjebak serba kebetulan evolusi dan akhirnya memiliki cinta dan hasrat untuk saling menguasai. Peniadaan Tuhan dalam bahasan-bahasan mengenai dua jenis manusia ini meniscayakan keterjebakan pencarian makna keberadaan manusia (baik laki-laki maupun perempuan) menjadi tak pernah terfahami dengan tuntas.

Pemaknaan keberadaan (existence), baik itu pemaknaan atas tubuh (body) maupun pemaknaan atas jatidiri (identity), yang didudukkan dalam cara pandang tanpa Tuhan akan menghasilkan kebimbangan, rasa marah, putus asa, dan bahkan perasaan tak bermakna. Manusia (laki-laki dan perempuan) kerap mencari tahu alasan dirinya ada; mengapa kejadian-kejadian pilu harus dialami dirinya bukan orang lain? Sementara, kebahagiaan didapat orang lain dan dirinya tidak. Apa salah diri dan tubuhnya?

Mencari jawaban persoalan-persoalan tersebut di Planet Mars atau Venus tentu tidak akan memuaskan. Orang-orang sekular tentu saja akan melihat persoalan itu dari sekadar moda-moda sosial, sejarah, kebudayaan, dan kemanusiaan yang profan tanpa memandang unsur-unsur “kekeramatan” manusia dan hubungannya dengan penciptaan. Kejahatan dan kebaikan, keberuntungan dan penderitaan, kecerdasan dan tindakan-tindakan dungu perlu didudukkan secara patut dalam ruang-ruang keberadaan yang melampaui sekadar batu dan tanah. Kita juga perlu melampaui pengartian manusia sebagai bagian khusus dari keluarga besar binatang-binatangan. Kita harus mempertimbangkan penciptaan dan Sang Pencipta dalam mengurai masalah tersebut.

Di antara jutaan lelaki patah hati yang telah mengorbankan segala-galanya dan memperbudakkan dirinya dihadapan wanita-wanita namun kemudian dicampakkan, kita mendengar tuduhan aneh bahwa dunia dikuasai cara berfikir kaum Adam. Bila terpaksa harus main kucing-kucingan dengan anggapan ini. Kita dengan berat hati akan ajukan kata-kata bijak Kareena Kapoor dalam film Aitraaz (2004) berikut ini.

“Pria tidak selalu bersalah. Wanita juga bisa salah. Tapi, pola fikir kita, jika pria menampar wanita, kita bilang bahwa ia penyiksa. Dan, ketika wanita menampar pria, kita mengatakan bahwa orang itu pasti telah melakukan kesalahan.”

Kita tidak perlu bermain kucing-kucingan di Planet Mars dan Venus sebab pada kenyataannya kita berada di bumi. Kita juga tidak perlu menghadirkan logika tandingan bagi logika falus itu. Hanya saja, kita perlu menyudahi saling tuduh tidak bermutu antara laki-laki dan perempuan. Kelelakian dan keperempuanan harus disudahi sebagai kisah pilu keberadaan wujud (tubuh dan jatidiri) manusia di dunia ini.

Kita tidak perlu saling menggugat, mengapa ada Kementerian Pemberdayaan Perempuan tetapi tidak ada Kementerian Pemberdayaan Laki-laki. Atau, mengapa laki-laki harus bersusah payah memaknai kata “terserah” yang diucapkan perempuan. Ketika gagal memaknainya, lelaki akan pergi ke kamar mandi, menyalakan shower (kalau punya shower), dan menangis diam-diam di sana dalam guyuran air. Lantas, perempuan dengan semena-mena menyebut lelaki yang menangis sebagai cengeng. Ini tidak baik. Hal samacam itu tidak terlalu bermanfaat bagi perkembangan kebudayaan kita.

Mari memanjat sedikit, melihat laki-laki dan perempuan sebagai makhluk ciptaan Allah yang diberkahi rahmah dan rahim selain syahwat dan amarah. Allah memberi izin manusia berbuat baik, mengelola syahwat dan amarahnya dalam tata aturan yang indah yang diajarkan Nabi. Ketika ada penyia-nyiaan terhadap rahmah Allah ini, kita tahu apa yang keliru. Bukan logika tubuh dan hubungan kuasa yang timpang, namun ada amarah dan syahwat yang memperkuda kemanusiaan kita.

Pada edisi kali ini (10-17 Dzulqodah 1439/23-29 Juli 2018) di NuuN.id, kita akan bersama-sama menelaah persoalan ini dengan lebih seksama. Dengan riang gembira dan tidak putus asa juga tanpa amarah. Sebab, menjadi lelaki dan menjadi perempuan ialah takdir indah yang diberikan Tuhan dengan tiada taranya.